Sabtu, 25 Mei 2013

Menerima dan Menyangkal

Aku melakukan keduanya.
Aku menerima diriku gay, dan aku menyangkal segala omong kosong bahwa ini adalah pilihanku, ini bisa tersembuhkan, dan terakhir aku menyangkal bahwa Tuhan akan mengganjarku dengan neraka.

Apakah kamu bisa memilih terlahir sebagai orang dari suku tertentu atau ras tertentu? Apakah kamu bisa memilih dilahirkan di keluarga yang lain?

Jika ini pilihan, siapakah di dunia ini yang memilih untuk menderita?
Jika ini penyakit, tentunya di apotik-apotik sudah dijual obatnya dan perusahaan akan menjadi kaya.
Jika ini dosa, maka seharusnya setiap orang jatuh cinta juga berdosa, tidak peduli apakah dia hetero.


Aku menghadapi banyak pilihan selama hidupku, dan aku memilih yang terbaik bagi diriku dan bagi orang lain sebanyak mungkin, meskipun pilihan itu tidak nyaman dan tidak menyenangkan untuk kulakukan.

Aku tidak bisa matematika, aku membenci matematika, aku pernah berdoa semoga matematika dihilangkan dari muka bumi, dan aku pernah gagal gara-gara matematika. Lalu aku belajar keras, memaksa diri dan akhirnya aku bisa memiliki kemampuan yang cukup di bidang matematika. Tetapi aku tetap tidak menyukai matematika.

Mampu tidak sama dengan menyukai.

Aku mungkin mampu berbohong, berusaha keras untuk berperilaku hetero, membangun citra diri hetero, menikah, menghamili wanita. Dan aku tetap tidak bisa mencintainya sepenuhnya.

Aku tidak memilih menjadi gay, tapi aku memilih untuk tidak berpura-pura sebagai hetero.

Aku tidak nyaman berkata jujur dibawah tekanan masyarakat, agama, sosial dan budaya seperti ini, tapi ini pilihan terbaik untuk menjadi diri sendiri.
Aku dijauhi teman, difitnah, dimaki-maki dan dihujat, dan ditinggalkan kekasihku. Siapa yang nyaman hidup seperti itu? Tetapi aku tetap diriku. Tidak bisa menjadi pribadi lain yang bukan diriku.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar